Sabtu, 23 Januari 2016

Gunung Prau - Hidden Paradise di Jawa tengah

   Gunung Prau merupakan salah satu destinasi pilihan dan favorite para pendaki. Bukan saja menawarkan pemandangan di pengununngannya, tapi pemandangan bukit dan wisata - wisata lain yang ada di dieng dan sekitarnya pun menjadi incaran destinasi para traveller. Seperti : Talaga warna, kawah sikidang, bukit sikunir, kawasan candi arjuna, dan lainnya.



   Gunung Prau merupakan tapal batas antara kabupaten Batang, Kendal dan Wonosobo - Jawa tengah. Tapi favorite atau mayoritas pendaki melakukan pendakian dari Wonosobo ( dieng ), karena dari sini menawarkan banyak wisata lain yang ada di sekitarnya. Gunung prau memiliki ketinggian 2.565 mdpl dan membutuhkan waktu perjalanan kurang lebih 4 jam hingga puncak, jadi termasuk standarlah buat pemula. Tak heran jika weekend tiba gunung ini diserbu bisa sampai ribuan pendaki. Untuk tempat camp tak perlu takut kehabisan, karena kondisinya berbukit - bukit dan sangat luas.

Dari jakarta ada beberapa pilihan untuk sampai ke dieng mengunakan transportasi umum :
 * Dengan bis, yang saya tahu dari lebak bulus, pasar rebo atau kampung rambutan turu
   di terminal Wonosobo / bis yang langsung ke dieng dari lebak bulus Rp.125.000, .
   Jika dari terminal Wonosobo  bisa dilanjutkan dengan mini bus hingga dieng 
   Rp 15.000 - 20.000
 * Dengan kereta, Pasar senen - purwekerto dengan kereta ekonomi  Rp 70 -80.000 -
   Terminal Purwekerto Rp 3000 - 5.000, lalu naik bus yang ke Wonosobo Rp 35.000, 
   di lanjut naik yang ke dieng Rp 15.000 - 20.000. Jika rombongan kita bisa carter angkutan
   dari stasiun / terminal Purwekerto langsung ke dieng.
Waktu yang di butuhkan dari Jakarta ke Dieng baik menggunakan bus atau dengan kereta hampir sama, akan tetapi baiknya jika memilih menggunakan transportasi kereta. Karena waktu tempuh jarang meleset. Kendala utamanya macet di hari - hari weekend, seperti pengalaman perjalanan yang saya alami waktu ke dieng ini.

   Rencana awal totalnya berangkat bejumlah 21 orang, meskipun akhirnya yang cancel 2 orang. Kami melakukan perjalanan dari Jakarta ke Dieng dengan mencarter mini bus. Perhitungan awal sampai disana kurang lebih jam 12.00 - 14.00 lalu ke kawasan candi lebih dahulu dan melakukan pendakian malam setelah magrib. Ternyata rencananya meleset, kami terkena macet di perjalanan dan tiba di sana jam 17.00. Akhirnya kami urungkan niat ke kawasan candinya.
Ada dua rute yang biasa di lakukan via dieng : lewat patak banteng dan kejajar. Kami memutuskan naik dari patak banteng dan turun kejajar jika sempat mampir talaga warna.
Biaya simaksi waktu itu Rp 6.000 / orang, menurut informasi sih saat ini Rp 10.000/orang.

   Kami memulai pendakian setelah magrib, awal pendakian kita melewati perkampungan penduduk lalu jalan yang sebagian sudah di paving block hingga pos 1. Kondisi selanjutnya jalan mulai hingga puncak sangat berdebu dan menanjak cukup curam, jadi jangan lupa persiapkan maskernya. Tak banyak yang bisa di ambil gambar karena perjalanan di lakukan malam hari. Kondisi lainnya waktu itu perjalanan dari pos 1 hingga puncak mengantrinya itu minta ampun, apalagi setelah pos 1. Dari pos 1 hanya ada satu jalur dan itupun curam,jadi jalur di beri pegangan dan tali. Kebayang deh melewatinya harus antri menunggu giliran, apalagi jika musim hujan pasti plus licinnya . Setelah itu pun seterusnya jalurnya hampir sama tp tidak securam setelah pos 1. Jadi jika ada satu / sekelompok istirahat melewatinya harus hati - hati, kadang ada 2 -3 orang berhenti kita pun ikut berhenti. Disitulah lama perjalanan waktu itu, mudah - mudahan sih kini sudah agak lebar  treknya.

  Sampai di puncak kurang lebih jam 11 malam. Di puncak sudah berdiri ratusan tenda, kami memilih tempat yang agak lebar yang bisa 5 tenda agar tidak terlalu berjauhan, karena kondisi lahan yang masih cukup luas. Tak banyak aktifitas setelah mendirikan tenda, setelah selesai memasak - makan lalu semua bergegas istirahat dan tidur untuk menyambut sunrise esok.

   Setelah fajar tiba kami dan para pendaki lainnya pun semua keluar dari tenda dan menunggu sang mentari bangun dari tidurnya. Di antara cahaya yang samar lambat laun tenda dan pendaki lainnya mulai terlihat .





  Kalau sudah begini semua sibuk dengan kameranya masing - masing. Pagi itu memang cuacanya tidak terlalu bersih / cerah, tetapi tidak terlalu mengecewakan juga karena silhoute / siluet gunung lainnya masih cukup terlihat. Kondisi yang tandinya gelap / samar kini sudah seperti pasar tumpah / pameran yang sedang berlangsung.



   Setelah puas mengabadikan foto diri dan pemandangan kami semua bagi tugas " sebagian ada yang memasak air untuk kopi, teh dan minuman penghangat badan lainnya dan sebagian yang lain ada yg mulai memasak nasi dan di lanjutkan dengan lauk pauknya karena punya rencana akan mampir ke talaga warna. Setelah selesai makan kami pun mulai membokar tenda dan mulai repacking. Sebelum turun sempat ambil foto bersama. Di tengah perjalanan kami pun mengabadikan pemandangan lainnya, seperti talaga warna dan bukit - bukit lainnya. Perjalanan turun kami tidak melewati rute patak banteng lagi , tetapi lewat kejajar.
Karena kami kesini dimusim kemarau kondisinya pun sangat kering, jadi kondisinya sedikit tandus. terlihat beberapa gundukan saja bunga daisy yang mencoba bertahan di musim kemarau.
Ada baiknya juga jika ingin ke sini di akhir musim penghujan, karena biasanya pendakian baru di buka setelah beberapa bulan ditutup. Jadi pada waktu ini bukit di penuhi hamparan bunga daisy, jadi bisa bergaya ala - ala syahr*ni. Apalagi jika pas cuaca bagus dan dapat golden sunrisenya, ajiib dah. Baiknya juga jika ingin puas menikmatinya jangan di hari - hari weekend, apalagi musim libur sekolah / kampus agar pendakian lebih nyaman aja, ga perlu antri kaya nunggu kenaikan bbm yang tinggal beberapa jam di SPBU. Bila perlu spare waktu 3 - 4 hari, sekalian untuk mengunjungi wisata - wisata lainnya yang ada di kawasan Dieng.





talaga warna dari puncak prau


perbukitan yang kering

bukit dan pepohonan yang kekeringan




perjalanan turun via kejajar


kalo tidak salah yang tertutup kabut adalah gunung slamet

   Lagi - lagi terpaksa kita cancel untuk mampir ke talaga warna karena di khawatirkan terulang kemacetan ketika hendak ke sini .
pengalaman adalah guru terbaik " atau  "untuk menjadi baik tak perlu berpengalaman dahulu, Kita bisa belajar dari pengalaman orang lain "
   Sampai di pos kejajar jam 2.30 sore. Istirahat disekitaran pos sambil memesan makanan / camilan  sambil melepas lelah sejenak. Sejam kemudian kami melanjutkan perjalanan ke jakarta. Di tengah perjalanan sebelum sampai wonosobo kami minta ke pada pak sopir memberhentikan sejenak jika ada toko oleh- oleh untuk membelinya.  Oleh - oleh khasnya yang cukup endemik di kawasan ini adalah buah carica, mereka termasuk saya pun menyempatkan membeli oleh - oleh ini di samping oleh - oleh yang lain. Dan di tengah perjalanan juga kami minta memberhentikan bus untuk mandi dan membersihkan diri sekaligus mengisi BBM.
Benar saja perhitungan kembali meleset, sampai di jakarta jam 12 siang. Karena waktu itu pas kebetulan masuk siang saya pun langsung berangkat ngantor.


  Itulah perjalanan yang melelahkan dari Jakarta ke dieng dan sebaliknya yang cukup menghabiskan waktu. Jadi baiknya jika punya rencana ke dieng dan waktu libur yang terbatas baiknya lebih memilih moda transportasi kereta, karena kecil kemungkinan perhitungan waktu meleset terlalu jauh.

Pastikan gunung ini menjadi dan ada di daftar list kalian , selamat mendaki dan tetap jaga kebersihan  dan kelestarian lingkungannya. Suatu saat dieng masih ada di list saya, karena masih ada PR yang masih belum terselesaikan. Terutama keinginan menapakkan kaki di Sikunir, kawah sikidang dan kawasan candi dan taburan bintang dan milky way di kawasan ini.


" Dieng : negri di atas awan, bongkah surga kecil indonesia ......"





Tidak ada komentar:

Posting Komentar