Gunung Prau merupakan tapal batas antara kabupaten Batang, Kendal dan Wonosobo - Jawa tengah. Tapi favorite atau mayoritas pendaki melakukan pendakian dari Wonosobo ( dieng ), karena dari sini menawarkan banyak wisata lain yang ada di sekitarnya. Gunung prau memiliki ketinggian 2.565 mdpl dan membutuhkan waktu perjalanan kurang lebih 4 jam hingga puncak, jadi termasuk standarlah buat pemula. Tak heran jika weekend tiba gunung ini diserbu bisa sampai ribuan pendaki. Untuk tempat camp tak perlu takut kehabisan, karena kondisinya berbukit - bukit dan sangat luas.
Dari jakarta ada beberapa pilihan untuk sampai ke dieng mengunakan transportasi umum :
* Dengan bis, yang saya tahu dari lebak bulus, pasar rebo atau kampung rambutan turu
di terminal Wonosobo / bis yang langsung ke dieng dari lebak bulus Rp.125.000, .
Jika dari terminal Wonosobo bisa dilanjutkan dengan mini bus hingga dieng
Rp 15.000 - 20.000
* Dengan kereta, Pasar senen - purwekerto dengan kereta ekonomi Rp 70 -80.000 -Terminal Purwekerto Rp 3000 - 5.000, lalu naik bus yang ke Wonosobo Rp 35.000,
di lanjut naik yang ke dieng Rp 15.000 - 20.000. Jika rombongan kita bisa carter angkutan
dari stasiun / terminal Purwekerto langsung ke dieng.
Waktu yang di butuhkan dari Jakarta ke Dieng baik menggunakan bus atau dengan kereta hampir sama, akan tetapi baiknya jika memilih menggunakan transportasi kereta. Karena waktu tempuh jarang meleset. Kendala utamanya macet di hari - hari weekend, seperti pengalaman perjalanan yang saya alami waktu ke dieng ini.
Rencana awal totalnya berangkat bejumlah 21 orang, meskipun akhirnya yang cancel 2 orang. Kami melakukan perjalanan dari Jakarta ke Dieng dengan mencarter mini bus. Perhitungan awal sampai disana kurang lebih jam 12.00 - 14.00 lalu ke kawasan candi lebih dahulu dan melakukan pendakian malam setelah magrib. Ternyata rencananya meleset, kami terkena macet di perjalanan dan tiba di sana jam 17.00. Akhirnya kami urungkan niat ke kawasan candinya.
Ada dua rute yang biasa di lakukan via dieng : lewat patak banteng dan kejajar. Kami memutuskan naik dari patak banteng dan turun kejajar jika sempat mampir talaga warna.
Biaya simaksi waktu itu Rp 6.000 / orang, menurut informasi sih saat ini Rp 10.000/orang.
Kami memulai pendakian setelah magrib, awal pendakian kita melewati perkampungan penduduk lalu jalan yang sebagian sudah di paving block hingga pos 1. Kondisi selanjutnya jalan mulai hingga puncak sangat berdebu dan menanjak cukup curam, jadi jangan lupa persiapkan maskernya. Tak banyak yang bisa di ambil gambar karena perjalanan di lakukan malam hari. Kondisi lainnya waktu itu perjalanan dari pos 1 hingga puncak mengantrinya itu minta ampun, apalagi setelah pos 1. Dari pos 1 hanya ada satu jalur dan itupun curam,jadi jalur di beri pegangan dan tali. Kebayang deh melewatinya harus antri menunggu giliran, apalagi jika musim hujan pasti plus licinnya . Setelah itu pun seterusnya jalurnya hampir sama tp tidak securam setelah pos 1. Jadi jika ada satu / sekelompok istirahat melewatinya harus hati - hati, kadang ada 2 -3 orang berhenti kita pun ikut berhenti. Disitulah lama perjalanan waktu itu, mudah - mudahan sih kini sudah agak lebar treknya.
Sampai di puncak kurang lebih jam 11 malam. Di puncak sudah berdiri ratusan tenda, kami memilih tempat yang agak lebar yang bisa 5 tenda agar tidak terlalu berjauhan, karena kondisi lahan yang masih cukup luas. Tak banyak aktifitas setelah mendirikan tenda, setelah selesai memasak - makan lalu semua bergegas istirahat dan tidur untuk menyambut sunrise esok.
Setelah fajar tiba kami dan para pendaki lainnya pun semua keluar dari tenda dan menunggu sang mentari bangun dari tidurnya. Di antara cahaya yang samar lambat laun tenda dan pendaki lainnya mulai terlihat .
Kalau sudah begini semua sibuk dengan kameranya masing - masing. Pagi itu memang cuacanya tidak terlalu bersih / cerah, tetapi tidak terlalu mengecewakan juga karena silhoute / siluet gunung lainnya masih cukup terlihat. Kondisi yang tandinya gelap / samar kini sudah seperti pasar tumpah / pameran yang sedang berlangsung.
Setelah puas mengabadikan foto diri dan pemandangan kami semua bagi tugas " sebagian ada yang memasak air untuk kopi, teh dan minuman penghangat badan lainnya dan sebagian yang lain ada yg mulai memasak nasi dan di lanjutkan dengan lauk pauknya karena punya rencana akan mampir ke talaga warna. Setelah selesai makan kami pun mulai membokar tenda dan mulai repacking. Sebelum turun sempat ambil foto bersama. Di tengah perjalanan kami pun mengabadikan pemandangan lainnya, seperti talaga warna dan bukit - bukit lainnya. Perjalanan turun kami tidak melewati rute patak banteng lagi , tetapi lewat kejajar.
Karena kami kesini dimusim kemarau kondisinya pun sangat kering, jadi kondisinya sedikit tandus. terlihat beberapa gundukan saja bunga daisy yang mencoba bertahan di musim kemarau.
Ada baiknya juga jika ingin ke sini di akhir musim penghujan, karena biasanya pendakian baru di buka setelah beberapa bulan ditutup. Jadi pada waktu ini bukit di penuhi hamparan bunga daisy, jadi bisa bergaya ala - ala syahr*ni. Apalagi jika pas cuaca bagus dan dapat golden sunrisenya, ajiib dah. Baiknya juga jika ingin puas menikmatinya jangan di hari - hari weekend, apalagi musim libur sekolah / kampus agar pendakian lebih nyaman aja, ga perlu antri kaya nunggu kenaikan bbm yang tinggal beberapa jam di SPBU. Bila perlu spare waktu 3 - 4 hari, sekalian untuk mengunjungi wisata - wisata lainnya yang ada di kawasan Dieng.
talaga warna dari puncak prau |
perbukitan yang kering |
bukit dan pepohonan yang kekeringan |
perjalanan turun via kejajar |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar